Friday, December 25, 2015

AXA dan AXA Mandiri Jaring Talenta Muda

AXA Mandiri & Axa Jaring Talenta Pengusaha Muda
AXA Mandiri dan AXA menjaring talenta muda melalui Global Graduate Program Indonesia untuk menjadi tenaga ahli profesional di bidang perencanaan keuangan serta calon pemimpin perusahaan di masa depan.
Global Graduate Program Indonesia, yang merupakan bagian dari Global Graduate Program AXA Global, akan menjaring kaum muda bertalenta dengan usia maksimal 27 tahun untuk jenjang S2 dan 25 tahun untuk jenjang S1.
Mereka yang turut serta dapat mengembangkan bakat dan potensi di segala bidang seperti medis, bisnis, manajemen, matematika dan aktuaria yang dapat membantu perkembangan sektor perlindungan dan perencanaan keuangan.
Rully Safari, Chief Human Resources Officer AXA Indonesia, mengatakan program ini juga dirancang untuk mempersiapkan generasi penerus dengan keahlian dan kompetensi terbaik untuk memimpin AXA di Indonesia.
“Kami melihat generasi muda memiliki potensi yang besar untuk menjadi tenaga ahli profesional dan pemimpin di masa depan. Melalui Global Graduate Program Indonesia ini, kami ingin memberikan kesempatan kepada mereka untuk berkembang,” ujarnya, Jumat (30/10/2015).
Untuk menjaring talenta muda ini, AXA Mandiri dan AXA berpartisipasi di beberapa bursa kerja di Indonesia antara lain di Universitas Atmajaya Jakarta dan Universitas Parahyangan Bandung.
Global Graduate Program Indonesia ini ditawarkan kepada generasi muda melalui program Management Trainee yang akan berlangsung selama 2 tahun.
Pada tahun pertama, peserta akan mendapatkan ilmu dan pengalaman bekerja di Indonesia, dan di tahun kedua mereka akan diberikan kesempatan untuk melanjutkan pengembangan diri di luar negeri.
Mereka akan diboyong ke 58 negara lain di dunia di mana AXA melayani nasabahnya, seperti Prancis, Jerman, Amerika Serikat, Korea Selatan, Turki, dan China untuk menambah ilmu, pengalaman, serta keahlian dalam sektor perlindungan dan perencanaan keuangan.
Rully meyakini, dengan pengalaman perseroannya di skala global dan nasional, para peserta yang turut serta dalam Global Graduate Program Indonesia akan tertepa untuk mampu menjadi pemimpin masa depan.
“Kami percaya sumber daya manusia terbaik akan mampu menciptakan layanan terbaik yang fokus kepada setiap nasabah, melakukan inovasi, serta memperkuat transformasi digital di AXA,” ujar Rully.
Tak hanya itu, program ini juga diharapkan dapat lebih memperkuat merek AXA Mandiri dan AXA sebagai penyedia solusi perlindungan dan perencanaan keuangan di Indonesia.
Sumber : Bisnis.com

Monday, November 2, 2015

TIPS MENGELOLA UANG : KENALI EFEK LATTE FAKTOR

TIPS KELOLA UANG: Kenali Efek Latte Factor
JAKARTA--Di Amerika Serikat, para karyawan punya kebiasaan membeli kopi sebelum berangkat kerja.
Kebiasaan tersebut berulang hampir setiap hari. Melihat hal itu, financial advisor David Bach membuat istilah the latte factor, untuk menggambarkan pengeluaran kecil yang sebenarnya jika dikumpulkan dapat bermanfaat untuk investasi.
Coba tengok harga segelas kopi di gerai ternama di Jakarta, ada dikisaran Rp40.000-Rp50.000. Harga yang lumayan bukan? Jika kebiasaan membeli kopi sering dilakukan misalnya seminggu sekali saja, berapa uang yang dihabiskan sebulan? Jumlahnya sekitar Rp160.000.
Menurut perencana keuangan Ferdie Darmawan, kebiasaan nongkrong sembari ngopi semacam itu sebetulnya dapat dikurangi sehingga dananya dapat dialokasikan untuk investasi.
Jika setiap bulannya dana sebesar Rp160.000 tersebut diinvestasikan ke reksadana saham dengan imbal hasil 20% per tahun selama 20 tahun, maka 20 tahun mendatang dapat mengantongi kurang lebih Rp500 juta.
Kebiasaan ngopi atau ke kafe adalah salah satu contoh the latte factor. Menurut Ferdie, the latte factor dapat membuat seseorang takjub karena jumlahnya ternyata dapat menghasilkan keuntungan yang relatif besar jika dapat dialokasikan dengan bijak.
Seseorang biasanya menciptakan pengeluaran-pengeluaran kecil tersebut tanpa sadar. Contoh lainnya kebiasaan makan di luar dalam frekuensi yang sangat sering, administrasi bank (jika punya lebih dari satu rekening bank), kebiasaan selalu lewat jalan tol, kebiasaan belanja online pada wanita, merokok, dan banyak lagi tergantung kebiasaan masing-masing pribadi.
“Jika the latte factor dibiarkan, orang cenderung akan selalu merasa kekurangan dan tidak pernah merasa punya dana lebih untuk berinvestasi maupun menabung,” katanya kepada Bisnis.
Padahal, pengeluaran-pengeluaran kurang penting yang disebut the latte factor tersebut dapat ditekan atau dihilangkan. Setelah itu, dananya dimanfaatkan untuk menabung dan berinvestasi. Dengan begitu, Anda dapat memiliki aset atau sejumlah uang yang tak terpikirkan sebelumnya.
Sumber: finansial.bisnis.com

Monday, October 5, 2015

Pemerintah Jepang ancam mencabut investasi di Indonesia

JAKARTA, — Pemerintah Jepang meradang atas keputusan Indonesia menunjuk investor China sebagai pemenang proyek kereta api cepat Jakarta-Bandung. (Baca: Sesalkan soal Kereta Cepat, Jepang Tinjau Kembali Hubungan Bisnis dengan Indonesia)
Bahkan, negara ini mengancam akan mengevaluasi seluruh kerja sama ekonominya dengan Indonesia hingga mencabut investasinya di Indonesia.
Jika ancaman ini benar, Indonesia patut waspada. Sebab, menurut data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Jepang merupakan negara dengan rasio realisasi investasi paling tinggi di Indonesia, yaitu sekitar 62 persen.
Pada semester-I 2015, total realisasi investasi Jepang di Indonesia berada di peringkat ketiga sebesar 1,6 miliar dollar AS atau 11,3 persen dari total realisasi investasi penanaman modal asing (PMA).
Posisi pertama ditempati Malaysia dengan 2,6 miliar dollar AS, sementara posisi kedua ditempati investor Singapura dengan 2,3 miliar dollar AS.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Sofyan Djalil mengakui kekecewaan Pemerintah Jepang tersebut.
Pekan lalu, Sofyan telah diutus oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk bertemu dengan Wakil Perdana Menteri Jepang Taro Aso.
Sofyan telah menjelaskan kepada Pemerintah Jepang bahwa keputusan pemerintah RI soal kereta api cepat didasari oleh pertimbangan rasional.
Pemerintah Indonesia juga menyampaikan komitmen untuk tetap melanjutkan kerja sama ekonomi dengan Jepang.
"Kepentingan Jepang di Indonesia lebih luas, lebih dari sekadar kereta cepat," ujarnya, Jumat (2/10/2015).
Dalam kunjungan itu, Indonesia juga menawarkan proyek-proyek lain kepada sejumlah lembaga keuangan Jepang. Itu untuk menjelaskan bahwa Indonesia membuka kerja sama untuk pendanaan dalam proyek lainnya.
Hanya gertak sambal
Pengamat ekonomi internasional dari Center Strategic and International Studies (CSIS), Haryo Aswicahyono, menilai, ancaman Jepang hanya pernyataan emosional.
Ini tak ubahnya gertak sambal, apalagi pembatalan perjanjian bisnis tidak mudah.
Kerja sama investasi di antara kedua negara juga tak hanya antar-pemerintah, tetapi lebih banyak business to business.
"Saya pikir Indonesia harus tenang, jangan terlalu khawatir," ungkap Haryo kepada Kontan, Minggu (4/10/2015).
Dia melihat kejadian ini hanya bagian kecil dari pasang surut hubungan dagang kedua negara. Toh pada gilirannya, kedua negara ini akan cepat selesai.
Terlebih lagi, hubungan RI-Jepang selama ini selalu mesra, terlihat dari tingginya investasi Jepang ke Indonesia.
Hubungan kerja sama yang terjalin lama tidak akan mudah diakhiri karena banyak pihak yang terlibat. Lebih dari itu, Jepang selama ini lebih untung dari hubungan dagang dengan Indonesia.
Indonesia menjadi salah satu pasar yang sangat besar untuk produk Jepang. Bahkan, lima tahun terakhir, Jepang lebih banyak menikmati surplus dari perdagangannya dengan Indonesia.
Toh, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Haryadi Sukamdani berharap kejadian ini menjadi pelajaran penting bagi Pemerintah RI dalam membina kerja sama.
Terlepas dari alasan pemerintah untuk lebih berorientasi ke China dibanding Jepang, Haryadi berharap, Pemerintah Indonesia lebih berhati-hati dalam menawarkan proyek.
Selain itu, komunikasi yang baik sangat penting agar kekecewaan Jepang tidak berlarut dan merugikan dunia usaha. Sumber: www.kompas.com

Bagaimana Tanggapan kalian para pembaca? 

Tuesday, May 12, 2015

2 Cara Mudah Jadi Miliarder

Bagaimana cara menjadi miliarder? Pertanyaan itu mungkin muncul di benak banyak orang dan sulit untuk menjawabnya sendiri. Sebenarnya, banyak teori betebaran yang memberitahu cara menjadi seorang miliarder. Namun memang, semua itu belum jelas pembuktiannya.

Sebenarnya, untuk menjawab pertanyaan tersebut cukup mudah. Coba buang aspek implikasi emosional dan sosial dari pertanyaan tersebut. Menjadi kaya sebenarnya hanya permasalahan matematika saja.

Sebagai contoh, dengan mengasumsikan saat ini Anda tidak memiliki tabungan, untuk memiliki uang US$ 1 juta atau Rp 13 miliar (estimasi kurs Rp 13.000 per dolar AS), Anda hanya perlu menabung US$ 2.000 atau Rp 26 juta per bulan selama kurang lebih 20 tahun. Nilai itu dengan asumsi pertumbuhan imbal hasil sebesar 7 persen per tahun.

Jika Anda menyisihkan uang sebesar US$ 1.500 atau setara Rp 19, 5 juta per bulan, maka waktu yang Anda butuhkan untuk bisa mendapatkan US$ 1 juta atau Rp 13 miliar adalah 23 tahun saja. Sederhana saja bukan?

Tapi tentu saja, mempraktikannya jauh lebih susah daripada hitung-hitungannya. Dua puluh tahun merupaan waktu yang panjang, dan uang yang perlu disisihkan merupakan jumlah yang cukup besar bagi mayoritas orang.

Bagaimanapun, dilansir dari laman fool.com, Selasa (7/4/2015), ada dua cara menambah tabungan. Inilah cara-cara tersebut:

Strategi Dasar: Habiskan Hari Anda Mencari Tawaran yang Lebih Baik

Hampir semua perusahaan penyedia layanan punya tawaran baru untuk pelanggan. Ini disebabkan, mereka sudah bisa membaca konsumen yang cenderung tidak akan kabur tiba-tiba sekali sudah berlangganan suatu produk atau jasa. Ekonom mendeskripsikan fenomena ini sebagai "kelengketan". Hasilnya, Anda akan membayar lebih untuk tagihan Anda setiap bulannya.

Habiskan setiap pagi Anda mencari alternatif. Coba, apa saya produk yang menjadi langganan Anda? Ada internet, asuransi, sampai tagihan pulsa. Anda bisa mencari alternatif yang lebih murah, atau memutuskan bahwa Anda tidak butuh sama sekali. Contohnya, Anda yang punya akses wi-fi bisa men-download acara TV dan film, sehingga, coba pikir-pikir lagi kalau ingin langganan TV kabel.

Stategi Terapan: Pikirkan untuk Merombak Hidup Anda

Apa Anda punya banyak barang? Mungkin sebagian besar dari Anda menjawab tidak. Tapi, coba pikirkan ini: Secara rata-rata, tempat tinggal seseorang meluas sebanyak dua kali lipat selama 40 tahun terakhir. Namun, di saat bersamaan, ukuran rumah mengecil. Dengan apa kita mengisi selisih luas itu? Berbagai macam barang di penyimpanan pribadi. Walau Anda tidak punya tempat khusus barang Anda, mungkin Anda punya satu ruangan tempat Anda menyimpan barang-barang yang sesungguhnya Ana tidak pernah ingat lagi, atau kamar tamu yang tak pernah dipakai, atau perlengkapan dapur.

Memperkecil tempat tinggal atau tidak membeli berbagai macam barang bisa membantu Anda menabung sejumlah uang. Ini juga bisa diaplikasikan pada mobil Anda atau hobi yang berkontribusi pada kapitalis. Ini membutuhkan banyak usaha, namun bukan berarti Anda tidak bisa melakukannya. (Indy/Gdn)

Sumber : http://forum.detik.com/